Senin, 10 Juni 2013

Mengapa Kelompok Teroris Beroperasi di Indonesia ?




Pertanyaan dalam judul artikel ini akan terasa susah bagi rekan-rekan yang baru mempelajari sejarah terorisme di Indonesia mulai era 1980-an. Akan semakin susah bagi yang hanya mempelajari sejak era 1990-an, serta akan semakin lebih susah lagi bila kita hanya melihatnya dari fenomena serangan bom sejak tahun 2000 yang tercatat terjadi sekitar 20-an lebih kasus teror bom. Namun tentunya kita bertanya-tanya mengapa? Hanya Indonesiakah yang mengalaminya? jawabnya tidak, karena Filipina dan Thailand juga berkali-kali mengalami serangan bom. Bagaimana dengan Malaysia, Singapura, dan negara ASEAN lainnya? Karakteristik yang berbeda dari setiap negara menyebabkan tumbuh kembangnya kelompok teror juga berbeda. Tetapi secara umum negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Singapura telah masuk dalam radar organisasi teroris yang mengatasnamakan Islam dengan pembentukan mantiqi-mantiqi.

Dibandingkan dengan negara-negara tetangga, Indonesia memiliki akar sejarah yang jauh lebih dalam terkait kelompok fanatik Islam. Mohon fanatik disini jangan diterjemahkan sebagai sesuatu yang positif ataupun negatif, tetapi pahami sebagai suatu keadaan psikologis totalitas seseorang dalam filsafat dan prinsip hidupnya yang dampaknya menegasikan yang lain. Hal ini merupakan keadaan fanatik agama atau al-ta'ashubud diiniyyu yang akhirnya pada titik yang ekstrim menyebabkan munculnya sikap dan perilaku yang memandang di luar dirinya dan kelompoknya adalah kafir (yakfuru). 

Dalam beragama Islam tidak ada yang salah dengan sikap menegasikan yang lain, karena Islam mengajarkan prinsip awal tidak ada Tuhan selain Allah, suatu prinsip dasar tauhid yang dipahami secara universal wajib bagi seluruh aliran dalam Islam. Namun ternyata beragama itu bukan hanya ibadah kepada Tuhan, melainkan juga beramal kepada lingkungan dan sesama mahluk hidup, sehingga menyentuh pula dunia sosial, ekonomi dan politik. Titik yang paling krusial adalah dalam hubungannya dengan politik dan kekuasaan. Dengan bersumber pada perjuangan Nabi, para sahabat dan kalifah keIslaman di masa lalu, tentunya sangat wajar apabila kemudian muncul faham perjuangan politik dan kekuatan militer untuk mewujudkan kembali pemerintahan Islam di dunia ini. Argumentasinya adalah tanpa kekuasaan, Islam belum ditagakkan di bumi ini, sehingga berkembanglah doktrin menegakkan agama Islam mencakup kewajiban jihad membentuk kekuatan Islam yang nyata yang dapat mengatur kehidupan masyarakat (kekuatan politik).

Pertarungan tersebut kemudian membuka kembali lembaran-lembaran sejarah pertarungan negara teokrasi dan negara sekuler (demokrasi). Sejarah dunia mencatat berbagai kekalahan sejumlah agama dunia seperti Kristen, Islam, Hindu, Buddha dalam perebutan kendali atas negara yang merupakan pengatur masyarakat. Paska kekuasaan (regional-global) Turki Usmaniyah, maka dunia Islam kembali ke wilayah-wilayah negara yang lebih kecil. Terjadi sejumlah model di negara-negara Timur Tengah seperti kolaborasi dinasti keluarga dengan ajaran Wahabbi (Saudi Arabia), berkembangnya sekularisme dan terciptanya sel-sel perlawanan untuk perjuangan negara Islam di berbagai negara.

Di Indonesia Islam mulai diperkenalkan sejak abad ke-11 dimana catatan tertua bahkan berasal pada era kerajaan Singsari di Jawa tahun 1082 Masehi (diduga merupakan catatan atas makam umat Islam asal Arab). Pada tahun 1292 Masehi, telah ada catatan sejarah dari berita Marcopolo tentang umat Islam yang besar di Aceh, sedangkan Kerajaan Pasai adalah kerajaan Islam Nusantara yang pertama. Pada abad 14-15 M, adalah bangkitnya kekuatasn Islam Nusantara dan awal runtuhnya Kerajaan Hindu-Buddha, Islam di Nusantara semakin kuat karena kedatangan Islam ke Nusantara adalah fenomena yang unik karena sungguh-sungguh damai melalui jalur pendidikan, sentuhan budaya dan terjadi akomodasi budaya yang melahirkan sinkritisme Islam khas Indonesia. Islam Damai adalah ciri khas Islam di Indonesia yang tidak menggunakan pedang dalam penyebarluasannya. Karakter Islam Damai di Indonesia tersebut berubah ketika Bangsa Barat akhir abad ke 15 M masuk ke Nusantara. Melihat kenyataan berkembangnya Islam di Nusantara, terjadilah benturan pertama Islam-Kristen di Nusantara karena pengaruh perang Salib yang terjadi di belahan dunia lain (Timur Tengah dan Eropa).

Sejarah perjuangan Kerajaan-kerajaan Islam Nusantara melawan penjajah yang mengatasnamakan ajaran Kristen dengan Gospelnya adalah akar sejarah pertama yang ada di alam bawah sadar mayoritas umat Islam Indonesia yang selalu curiga kepada kekuatan Barat. Bagaimanapun juga, kita adalah anak-cucu umat-umat terdahulu bukan?

Kerajaan Islam Nusantara hancur dan Nusantara dijajah selama 350 tahun, namun sepanjang sejarah tersebut perlawanan terjadi dimana-mana dan seluruh elemen bangsa Indonesia berjuang dengan segala kemampuan yang ada. Paska kehancuran kerajaan-kerajaan Islam Nusantara, perjuangan kemerdekaan tidak terjadi dalam skala nasional, melainkan lokal, dimana kekuatan masyarakat yang lokal tersebut lintas agama, lintas etnis melawan penjajah Belanda.

Hancurnya kekuatan politik Islam tidak menghancurkan sendi-sendi umat Islam yang telah mengakar selama beberapa ratus tahun sebelum kedatangan Belanda.

Singkat kata, hingga lahirnya gerakan nasionalisme Indonesia pada awal abad 20, perjuangan kemerdekaan Indonesia mencapai tahap finalisasi menuju kemerdekaan. Kelompok-kelompok yang ada dalam pejuangan nasional tersebut mencakup berbagai elemen bangsa lintas agama, etnis suku bangsa, dan pandangan ideologi politik. Islam politik cukup dominan, dan warnanya juga beragam. Piagam Jakarta adalah bukti sejarah politik Indonesia dimana dominasi kelompok Islam begitu kuat pada masa persiapan kemerdekaan. Namun karena keyakinan bahwa pilihan terbaik bagi bangsa Indonesia adalah prinsip dasar nasionalisme Indonesia, maka piagam jakarta tidak diberlakukan serta dihapus nuansa keIslamannya serta menjelma menjadi Pancasila.

Paska peristiwa kemenangan prinsip nasionalisme Indonesia, sebagian kelompok Islam sangat kecewa. Bahkan elemen pejuang militer Islam (Tentara Islam) kemudian menyusun konsep Darul Islam dan Negara Islam Indonesia (DI/NII)di Jawa Barat tahun 1949 dengan pimpinan S. M. Kartosuwirjo, dan di Aceh tahun 1953 dengan pimpinan Daud Beureuh. Disamping elemen perlawanan Tentara Islam atas pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia, berkembang pula elemen-elemen pesantren "jihad" (jumlahnya sekitar 70an) dan elemen pendukung syariat Islam dari partai Masyumi yang dihancurkan pemerintahan Sukarno. Pada era Orde Baru sejak tahun 1965, pemerintah Indonesia dengan pendekatan kekerasan militerisme melakukan kebijakan menghancurkan bahaya laten radikal kiri (komunisme) dan radikal kanan (Islam). Hal ini telah mempertajam sakit hati kelompok masyarakat Indonesia yang berada dalam kategori radikal kanan dan kiri tersebut, sehingga masuklah mereka semua ke dalam sel-sel pembibitan yang semakin keras. Pesantren Ngruki (1972) yang dibangun Abu Bakar Basyir hanyalah satu dari pesantren lain yang juga mengajarkan jihad, namun hal ini tidak dapat digeneralisir kedalam dunia terorisme. 


Dalam penelitian Blog I-I ke dalam organisasi teroris, diketahui bahwa perilaku aksi bom bunuh diri tidak diajarkan di pesantren, melainkan terjadi dalam gerakan perlawanan terhadap pemerintahan yang dianggap kafir. Hal ini dalam sejarah modern mengacu pada pola strategi yang diterapkan oleh kelompok Hezbollah di Lebanon. Hal ini dianggap berhasil menakut-nakuti lawan, namun kemudian direduksi oleh dunia Barat (AS dan sekutunya) sebagai terorisme internasional. Sehingga pencitraan heroisme aksi bom bunuh diri Hezbollah berubah menjadi aksi pengecut teroris.

Indonesia dalam sejarahnya telah mengenal aksi bom bunuh diri misalnya di Aceh ketika melawan Belanda dengan sebutan Aceh Moord. Serta kita semua tentunya akan sangat menghormati aksi paling heroik dalam sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia pada 1945 yang dilakukan oleh Muhammad Toha di Bandung Selatan dengan meledakkan dirinya di gudang mesiu demi melemahkan kekuatan Belanda, yang kemudian dikenal dengan “Bandung Lautan Api.” Artinya, kita tidak akan pernah menyebut aksi Muhammad Toha sebagai tindakan pengecut bukan? sebaliknya akan memberikan penghormatan dan doa, dan kita mengakui kepahlawanan Muhammad Toha.

Demikian pula yang terjadi dalam gerakan terorisme modern Indonesia, kelompok ini menganggap aksinya sebagai tindakan mulia, yang mana bertentangan dengan pandangan umum kita yang melihatnya sebagai tindakan hina. (Perhatikan kasus bandung lautan api, dan resapi bagaimana perasaan kita sendiri).

Ah ha...saya kembali bicara kesana-kemari tetapi belum menjawab mengapa kelompok teroris beroperasi di Indonesia?


Jawabannya ada di dalam hati kita dan ada di depan mata kita sendiri, yaitu sbb:
  1. Sejarah perjuangan bangsa kita yang tidak takut mati masih ada di dalam diri kita, sehingga apabila ada bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki karakter perlawanan tidak takut mati adalah hal yang wajar. Kualitas ini tidak dimiliki negara-negara tetangga yang memperoleh kemerdekaan secara mudah gratisan dari negara penjajahnya yang baik hati.
  2. Mayoritas Islam Damai Indonesia sejak abad 11 M memiliki karakter diam dan hanya bereaksi ketika terjadi peristiwa yang mengganggu kedamaian, sehingga dibutuhkan waktu cukup lama untuk membangkitkan kewaspadaan terhadap keberadaan segelintir umat Islam yang menggunakan cara-cara kekerasan dalam mencapai tujuannya. 
  3. Mayoritas umat Islam Indonesia membawa sejarah bawah sadar kecurigaan yang kuat terhadap intervensi Barat sebagaimana terjadi dalam perang Nusantara di Indonesia dan perang Salib di dunia, sehingga akan sulit percaya apabila ada Muslim yang tega menyakiti sesama, apalagi aksi teror.
  4. Bahwa Indonesia adalah lahan yan sangat subur bagi lahirnya radikal kanan (versi pemerintah) karena kebijakan represi yang salah sasaran dari pemerintah Orde Baru. Pada era reformasi ada perbaikan dimana dialog telah terjadi dari berbagai elemen bangsa sehingga dapat dicapai suatu keadaan yang lebih adil di masa mendatang. Di lahan yang subur karena 40 juta rakyat kita masih miskin, sementara korupsi masih merajalela, tentunya apabila ada diantara rekan-rekan Blog I-I yang melakukan aksi bom bunuh diri di pusat-pusat korupsi nasional Indonesia akan menjadi pahlawan bukan?
  5. Indonesia baru memulai komunikasi yang lebih sehat pada 10 tahun terakhir, sebelumnya penderitaan dan rasa sakit tidak terkomunikasikan, hal ini merupakan sejarah Hak Asasi Manusia Indonesia yang sangat buruk. Manusia Indonesia banyak mengalami ketidakadilan, termasuk dalam soal perlindungan hukum dan perlakuan yang wajar. Perhatikan perbedaan nasib bomber Bom Bali yang memperoleh proses peradilan dan liputan yang lebih berimbang dibandingkan dengan para pendiri DI/NII yang hilang begitu saja atau mati entah dimana. Perlu dibangun suatu mekanisme komunikasi yang lebih baik dalam wacana karakter kebangsaan Indonesia dengan seluruh elemen, dan hal ini menjadi kewajiban pemerintah. Hal ini juga terjadi dalam kasus separatisme baik di bekas propinsi Timor Timur, Aceh, Maluku maupun Papua.
  6. Aksi teror di Indonesia relatif lebih mudah karena aparat keamanan, khususnya pengamanan instalasi baik tempat umum maupun khusus memiliki tingkat disiplin yang rendah. Hal ini perlu direformasi dengan peningkatan kesejahteraan dan penggunaan alat-alat pencegahan dan pengawasan yang lebih modern, seperti di negara tetangga Singapura dan Malaysia.
  7. Boleh saya katakan bahwa seluruh elemen teroris Indonesia adalah asli buatan dalam negeri, yaitu kelanjutan dari elemen-elemen sejarah bangsa yang saya sebutkan di atas. Peristiwa internasional merupakan elemen katalis yang memperkuat dan mempercepat pertumbuhan kelompok teroris. Misalnya pengalaman "berjihad" di Afghanistan dan Filipina Selatan, komunikasi dengan Al Qaeda, dengan elemen radikal Wahabbi dan elemen jihad salafy ataupun gerakan militer Ikhwanul Muslimin.
  8. Saya beberapa kali pernah mengungkapkan adanya kemungkinan "master puppet" yang mengacu pada negara-negara Barat, misalnya dengan kejanggalan kasus Omar Faruq ataupun keanehan sejarah Afghanistan yang saat ini masih diwarnai konflik bersenjata, juga pada situasi di Irak dan Lebanon. Latar belakangnya bisa saja uji coba senjata canggih negara Barat, upaya labelling Islam teroris, serta konspirasi dalam mengalihkan perhatian dunia dari masalah global yang sesungguhnya. Namun hingga saat ini, sangat sulit bagi kita mengumpulkan fakta-fakta yang dapat dipergunakan untuk membuktikan hal tersebut, namun secara analisis terlihat cukup meyakinkan. Untuk catatan terakhir ini, saya serahkan kepada rekan-rekan Blog I-I, anggaplah ini sebagai latihan intelektual dalam meningkatkan pemahaman kita terhadap isu-isu keamanan nasional Indonesia.

Apakah hal-hal tersebut diatas yang menyebabkan kelompok teroris beroperasi di Indonesia? tentu ada satu lagi catatan yang tidak kalah pentingnya atau bahkan paling penting dari semua itu, khususnya dalam fenomena keIndonesiaan. Yaitu para teroris sebagaimana juga mayoritas orang Indonesia berpikir lokal dan beraksi lokal pula, think locally dan act locally also. mengapa demikian? karena sangat lemah pengetahuannya dalam skala internasional, sehingga lebih mudah beroperasi di Indonesia, hal ini pula yang mendasari aksi sejumlah warga negara Malaysia dalam aksi teror di Indonesia. 

Mudah-mudahan dengan berbagai perbaikan sektor kemanan dan keselamatan rakyat Indonesia, serta profesionalisme aparat keamanan, tidak akan ada lagi aksi teror yang mengintimidasi kedamaian bangsa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar